Kaka, vokalis Slank, adalah salah satu rockstar yang piawai membuat penonton, entah slanker atau penonton umum untuk tidak tinggal diam saat musik yang dimainkan Bimbim, Ridho, Abdee, dan Ivan berdentum dengan seksinya. Seperti malam itu, 5 November 2014, Slank tampil di tempat tak biasa. Ballroom Hotel Ritz-Carlton, Jakarta. Penonton yang datang adalah slanker wangi kalau kata Bimbim. Mereka ikut menari dan bernyanyi saat lagu-lagu popular Slank dibawakan. Puncaknya saat “Orkes Sakit Hati” dari album  999+09(1999) Slank hadirkan dengan gaya Javanese Rock & Roll khas mereka.

Lagu dengan pendekatan musik dangdut itu berhasil berhasil membuat penonton berdiri dari tempat duduk dan bergoyang. Slank berhasil mempersatukan slankers dengan beragam latar dan karakter untuk menari, berdendang mengikuti irama dangdut gaya Slank.

“Nakal” sebuah anthem milik Gigi selalu berhasil membuat penonton bergoyang adalah pendekatan komposisi dengan pendekatan irama dangdut yang digemari Gigi Kita seluruh Indonesia. “Kalau ‘nakal’ sudah kami bawakan, dan saya bergoyang, kelar penonton,” kata vokalis Armand Maulana tentang lagu dari album Peace, Love and Respect (2007) ini.

Dalam hal ini, Armand Maulana, Dewa Budjana, Thomas Ramdhan, dan Gusti Hendy sadar betul bagaimana selalu memasukkan konstruksi musik dangdut lagu ‘Nakal’ dalam set list mereka. Karena menjadi jeda yang menyenangkan.

Rhoma Irama dan Soneta adalah magnet yang membuat pentas musik multi genre Synchronize Fest pada 29 Oktober 2016 makin berwarna. Sonata tampil menjadi penutup setelah musik dengan distorsi tinggi dari Down for Life, Death Vertical, Death Vomit, Taring, dan Endank Sukamti. Dangdut mendapat tempat yang sejajar dan bersanding dengan musik lain.

Bahkan Bekraf, di tahun 2017 khusus membuat panggung Hello Dangdut di festival ini, termasuk kehadiran khusus Presiden Joko Widodo di tempat pameran Hello Dangdut di salah satu konser. Secara khusus dangdut sebagai produk kreatif subsector musik mendapat dukungan pemerintah lewat Bekraf.

Jika bicara kemasan, saya teringat akan sebuah proyek supergrup musik dangdut yang pernah ada di era ‘90an. Proyek bernama Trakebah yang berhasil membuat musik jazz, rock, dan dangdut dalam satu warna musik unik.

Anggota band ini adalah Ahmad Albar dan Camelia Malik (vokal), Indra Lesmana (keyboard), Gilang Ramadhan (drum), Mates (bass), Dewa Budjana (gitar), serta Jalu (perkusi). Album penuh mereka sudah selesai direkam, namun hingga kini belum pernah beredar. Beruntung saya pernah dikasi dengar album ini dari Camelia Malik.

Dangdut diakui adalah musik paling popular yang ada di Indonesia. Andrew N. Weintraub, tahun 2010 menulis sebuah buku populer berjudul Dangdut Stroies, A Social and Musical History of Indonesia’s Most Popular Music. Profesor musik dari Universitas Pittsburg, yang juga memiliki band bernama Dangdut Cowboys ini menulis secara komprehensif tentang musik dangdut yang mulai muncul di awal ‘70an, menjadi produk komersial di ‘80an, dan sejak tahun ‘90an menjadi musik yang paling populer di Indonesia, melintas batas usia penggemarnya, Dangdut Is the Music of My Country, papar tafsir jenaka kelompok vokal Project Pop dari bandung dalam lagu populer di tahun 2008.

Dangdut dengan beragam sub-genre kemudian berkembang menjadi produk-produk yang menjadi sarana hiburan paling lengkap di republik ini. Musik ini dengan bebas tampil melintas batas dengan lentur, mulai di jamuan kenegaraan, kampanye politik, peluncuran produk, tampil di TV arus utama, nikahan, sampai menjadimenu hiburan utama di pesisir Pantura dan daerah lain.

Dangdut telah melahirkan banyak biduan, bintang, dan diva yang memiliki penggemar militan. Tak sedikit jadwal pentas mereka bersaing dengan nama-nama cemerlang yang kita kenal di wilayah pop. Dangdut benar-benar menjelma menjadi satu identias sub-genre musik yang sangat Indonesia. Musik rakyat.

Jika melihat YouTube, angka penonton (view) dari lagu-lagu dangdut seperti Via Vallen, Ayu Ting Ting, dan Cita Citata bersaing dengan nama-nama pop seperti Armada, Anji, dan Virgoun, yang memiliki jumlah penonton di YouTube masing-masing bisa menembus lebih dari 150-200 juta untuk satu lagu saja.

Jumlah penduduk Indonesia saat ini diperkirakan 262 juta jiwa. Ini artinya lebih dari 70% penduduk Indonesia sudah menonton dan mendengarkan lagu-lagu dari penyanyi di atas, termasuk dangdut.

Tidak salah jika pada pementasan kali ini, seri program Indonesia Kita dengan mengambil tema budaya pop, dulu, dan sekarang, memilih musik dangdut sebagai payungnya. Pentas Princess Pantura diharapkan akan menjadi catatan penting dalam sejarah pementasan budaya musik dangdut, khususnya irama dangdut Pantura yang merefleksikan kehidupan sosial budaya masyarakat pesisir yang terbuka, enerjik, dan apa adanya.

Lupakan sejenak beragam fragmen persoalan dan rutinitas yang ada, drama di layar kaca, grup WhatsApp atau sosial media. Mari bergoyang menyatukan atmosfer semesta musikal dangdut, menjadi irama nusantara pemersatu musik kita…

 

Adib Hidayat

Penulis dan Pengamat Musik

(gambar ilustrasi oleh: Toni Malakian)

Tulisan di atas merupakan kolom ragam pada pertunjukan Indonesia Kita: Princess Pantura