Mimpi, cinta, ambisi kehidupan penyanyi dangdut pantura di tengah pusaran kepentingan politik akan mewarnai lakon Princess Pantura ini. Kehidupan panggung adalah citra yang glamour dan mimpi kesuksesan, tetapi di baliknya menyimpan banyak intrik dan persaingan. Lakon ini juga mengolah lagu-lagu dangdut pantura sebagai dasar cerita. Ini sesuai dengan tema yang diangkat dalam program INDONESIA KITA tahun 2018 ini, yakni “Budaya Pop: dari Lampau ke Jaman Now”. Dangdut pantura sebagai sub genre musik dangdut menjadi cermin budaya dan gambaran sosial masyarakat pesisir, yang terbuka dan energik, sekaligus sebagai ekspresi kreatif untuk menyatakan identitas.

Menurut penulis cerita dan sutradara Agus Noor, pentas kali ini sudah cukup lama menjadi obsesinya. “karena saya juga anak pantura, yang tumbuh dengan karakteristik lagu dangdut sejak saya masih kanak-kanak di kampung”, kata Agus Noor. Ini akan menjadi pentas yang akan mengemas lagu-lagu dangdut pantura menjadi semakin menarik dan asyik, yang dikombinasikan dengan kisah bergaya komedi.

Kisah Princess Pantura sendiri menggambarkan persaingan penyanyi dangdut yang ingin terkenal dan membuat dua biduan kampung (Sruti dan Silir) melakukan berbagai cara untuk mewujudkan mimpinya. Keduanya memang terpesona dengan kesuksesan, sebagaimana para artis yang terihat gemerlap di bawah sorot lampu dan kamera televisi. Bahkan keduanya kemudian mencoba ikut lomba menyanyi agar terkenal, dan bersaing dengan para kontestan lainnya, yakni Inayah Wahid. Karena juga ingin terkenal, kelompok Trio GAM juga menyamar menjadi biduan, agar bisa ikut dalam rombongan orkes dangdut, sebab kalau penyanyi laki-laki kurang disukai penonton. Sementara para pemusik dangdut lainnya, seperti Mucle dan Arie Kriting, juga ingin menjadi super star dangdut, dengan bergaya seperti Raja Dangdut. Bahkan Wisben kemudian menyatakan dirinya sebagai Ratu Dangdut.

Tawaran menjadi artis terkenal memang menggoda, dan penuh bujukan. Apalagi ketika mereka ditawari untuk menjadi artis dalam kampanye Pilkada. Penyanyi dangdut pantura di panggung politik adalah daya pikat untuk mendatangkan massa. Bahkan para penonton lebih menyukai hiburan para penyanyi dangdut itu ketimbang pidato-pidato jurkam atau para politisi yang membosankan. Apa jadinya panggung kampanye politik tanpa kehadiran para penyanyi dangdut itu?

Sebagaimana tercermin dalam banyak lagu dangdut pantura, penderitaan dan kesedihan disampaikan dengan keriangan musik dan goyangan. Politik boleh semakin menjengkelkan, hidup boleh semakin sulit, tapi kita mesti tetap bergoyang. Hidup barangkali memang menjadi semakin asyik bila dirayakan dengan cara asyik bergoyang.

 

Program Indonesia Kita 2018

“Budaya Pop: dari Lampau ke Jaman Now”

Pentas ke-28

Jadwal                  : 20 dan 21 April 2018, Pukul 20.00 WIB

Venue                   : Graha Bakti Budaya, Taman Ismail Marzuki, Jl. Cikini Raya 73, Jakarta Pusat

Tim Kreatif            : Butet Kartaredjasa, Agus Noor, Djaduk Ferianto

Sutradara             : Agus Noor

Penata Musik       : Djaduk Ferianto

Pemusik               : Orkes Melayu Banter Banget

Pemain                 :

JKT48, Cak Lontong, Akbar, Marwoto, Arie Kriting, Trio GAM (Joned, Wisben, Dibyo Primus), Mucle, Tarzan, Inayah Wahid, Silir Pujiwati, Sruti Respati, dan Daniel Christanto

 

HTM Princess Pantura:

PLATINUM Rp. 750.000 | VVIP Rp. 500.000 | VIP Rp. 300.000 | BALKON Rp. 150.000

 

Informasi & Reservasi Tiket:

Kayan Production & Communication

0895 3720 14902 / 0856 9342 7788 / 0813 1163 0001

reservasi online: www.kayan.co.id dan www.blibli.com