Bakat dan darah seni memang sangat berpengaruh untuk sejumlah seniman. Salah satunya Yu Ningsih. Perempuan kelahiran Yogyakarta, 5 Januari 1953 ini begitu mencintai dan berdedikasi terhadap kesenian tradisi ketoprak karena pengaruh kuat ayahnya. “Saya suka sekali menonton bapak main ketoprak. Kadang kalau tidak diajak, saya nekat menyusul ke tempat pertunjukan,” ujar Yu Ningsih. Dari kenekatan itulah akhirnya ayahnya luluh dan lama kelamaan membiarkan Ningsih untuk mengenal pertunjukan, dengan pertama-tama belajar menari di perkumpulan Among Beksa Wiromo. Kebetulan pertunjukan ketoprak biasanya diawali dengan menari. Setelah Ningsih mulai andal menari, ia disuruh unjuk kebolehan sebagai pembuka pertunjukan. Kesempatan ini sangat membahagiakannya karena pelan-pelan, Yu Ningsih mulai mendapatkan sejumlah peran pengganti.
Persentuhan Ningsih dengan ketoprak dimulai ketika pasca peristiwa PKI, Ningsih mulai mengenal teman-teman bapaknya dan dari situlah ia belajar bermain ketoprak. “Meski saya nggak dapat honor, saya bangga sekali bisa ikut main,” ujar Ningsih. Kemudian ia masuk menjadi anggota Ketoprak Darmo Mudo pimpinan Yusuf Aqil yang berpentas ke berbagai kota hingga Ungaran dan Semarang. Kemudian pada tahun 1968, Ningsih diperistri oleh Yusuf Aqil dan dengan sendirinya ia menjadi ibu pimpinan. Dengan suaminya yang berjarak usia 13 tahun, Ningsih membawa ketopraknya bisa pentas ke berbagai kota lain. Dari pernikahan dengan Yusuf Aqil, ia melahirkan lima anak.
Pada tahun 1973, Ningsih memutuskan berpisah dengan suaminya yang telah memberinya lima anak. Dengan harta gono-gini yang didapatkannya, Ningsih mebangun kelompok ketoprak bernama Mudo Rahayu. Sejumlah anggota lama kembali bergabung dengannya. Saat di kelompok baru inilah ia bertemu dengan suami keduanya, Muhammad Santosa, yang memberinya dua anak. Suatu hari ayahnya melontarkan ide kepada Ningsih untuk melamar ke RRI Yogyakarta. “Dengan membawa ijazah saya melamar dan kemudian diterima masuk sebagai PNS pada tahun 1983. Saua resmi diangkat pada tahun 1986,” ujarnya. Sebagai karyawati RRI Yogyakarta, Ningsih banyak melakukan siaran pada bidang kebudayaan, khususnya seni kethoprak dan uyon-uyon. Ia sering pula muncul dalam program acara seni di TVRI seperti “Obrolan Angkring” tempat dia berperan sebagai Mbokde Beruk, “Mbangun Desa” di sini dia sebagai Yu Dalimuk, dan “Pangkur Jenggleng” yaitu sebuah acara komedi yang mengusung nilai-nilai tradisi dan budaya Jawa. Yu Ningsih pernah pula membintangi sebuah sinetron berjudul “Topeng Seorang Kekasih” pada tahun 1995 yang ditayangkan oleh TVRI.
Meski sekarang sudah pensiun sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS), Ningsih tidak berhenti untuk berkesenian. Ia tetap main ketoprak dan menerima panggilan ke berbagai kota. Bahkan Ningsih kini semakin melebarkan kreativitasnya dengan membuka usaha rias penganten Jawa Surakarta dan Yogyakarta yang menurutnya bisa menjadi sandaran hidupnya kelak jika sudah tidak bisa berkesenian lagi. Melihat kiprah dan kesetiaan Yu Ningsih, pembaca akan terkagum-kagum bagaimana dari panggung kesenian tradisi, seorang seperti dirinya telah berhasil mengantarkan ketujuh anaknya berhasil di bidangnya masing-masing.