Mereka yang Tak Sekadar Cantik dan Gemerlap
Gelar budaya Indonesia Kita ditutup pada bulan November ini dengan pementasan Nyonya-Nyonya Istana. Bertempat di Graha Bhakti Budaya, 16-17 November, pertunjukan Indonesia Kita kali ini mengangkat kisah kehidupan para sosialita. Julukan yang biasanya merujuk pada kalangan perempuan kelas atas yang tampil mewah, gemerlap, dan tentu saja sangat rupawan. Mereka identik dengan kegiatan arisan, kumpul-kumpul di kafe, tempat ngopi, menenteng tas bermerek yang harganya puluhan hingga ratusan juta, dan muncul di sejumlah acara fashion. Namun apakah kehidupan sosialita hanya seputar itu? Betulkah perhatian mereka hanya terpusat bagaimana untuk terus-terusan tampil kinclong dan bersaing satu sama lain untuk menjadi yang termewah?
Ada banyak cerita menarik sebenarnya di balik penampilan para sosialita ini. Kehidupan mereka tak sekadar seputar bagian luar. Mereka memiliki kekuatan yang bahkan bisa mengendalikan sebuah negara.Banyak kisah-kisah kerajaan di masa lalu, ketika sebenarnya keputusan raja-raja dihasilkan di kamar tidur. Ketika para menteri mencoba mempengaruhi keputusan raja lewat permaisuri. Kisah ini sebenarnya berlanjut hingga sekarang. Ketika banyak keputusan lelaki sebenarnya datang dari “bisikan” perempuan yang berada di sampingnya. Kenyataan yang tak banyak orang berani mengungkapkan inilah yang dijadikan parodi dalam Nyonya-Nyonya Istana. Sebuah kisah “kabinet” yang ternyata pemimpin negara tersebut lebih tunduk pada kemauan si istri. Bahwa ternyata bapak presiden kabinet tersebut tipe Takut Istri.
Kisah yang sebenarnya rekaan – namun tidak menutup kemungkinan memang terjadi di sekitar kita ini – sebenarnya lebih dari sekadar lucu-lucuan. Kita tahu, kekuatan perempuan-perempuan yang berhasil mengendalikan keputusan pasangannya, akan memberikan nilai positif jika memang perempuan tersebut memiliki kemampuan dan kebijaksanaan yang bermanfaat bagi kepentingan orang banyak. Kita bisa melihat pasangan Bill Clinton dan Hillary Clinton, yang sama-sama memiliki kecerdasan dan kemampuan setara, dan kini Hillary menjadi sosok perempuan yang cukup disegani di kabinet Obama di Amerika Serikat. Kita pun pasti memiliki sosok-sosok setangguh Hillary Clinton. Tinggal masalahnya, apakah keputusan yang dihasilkan para perempuan ini mengapresiasi kebutuhan rakyat banyak.
Menjadi perempuan yang mendominasi bukanlah hal yang negatif. Entah itu dalam sebuah keluarga, atau kabinet, siapa yang mendominasi sebenarnya tak penting, asal keputusan yang dihasilkan memang mempertimbangkan kepentingan orang banyak dan adil. Kapasitas untuk menjadi adil dan bijaksana inilah yang sebaiknya dimiliki tanpa memandang gender. Lewat pertunjukan ini, penonton akan diajak menyikapi sebuah situasi, kapan harus mengalah dan kapan untuk tidak, dan kapan harus bersikap tegas. Ketegasan inilah yang telah lama absen di pemerintahan negeri ini. Entah apakah ketikdategasan tersebut merupakan bukti siapa sebenarnya yang mendominasi, wallahualam. Namun sekali lagi, Nyonya-Nyonya Istana hadir sebagai hiburan menggelitik yang akan menyisakan pertanyaan, sejauh mana kita semua memiliki kemandirian dalam bersikap tegas.