Setiap kita mendengar istilah “seni tradisional” yang terbayang adalah ekspresi kesenian lawasan yang lapuk, berbahasa lokal, lakonnya itu-itu melulu, dan nasibnya sekarat. Jika diibaratkan, kesenian uzur itu seperti meregang napas, berancang-ancang menuju pembaringan abadi. Jika memang demikian, pertanyaannya: sepantasnyakah kita sebagai kekuatan sipil membiarkan keterpurukan itu sempurna menjadi kematian, seperti dipamerkan pemimpin negeri ini yang hobinya “membiarkan” tenaga kerja wanita (TKW) macam Ruyati dipancung di Saudi Arabia?
Kita percaya, mereka yang semestinya bertanggungjawab bukannya berdiam diri. Mungkin mereka mengaku telah bekerja untuk itu. Bermaksud menyelamatkan. Membanggakan dirinya dengan istilah “melestarikan” atau “merevitalisasi”. Tapi yang terjadi terkadang malah sebaliknya. Kesenian lokal itu hanya dielus-elus, dikerangkeng, dan dijauhkan dari masyarakat pendukungnya. Dan kita pun menyaksikan kesenian tradisional diperlakukan sebagai “benda” masa lalu yang dipandang dengan kekaguman semu. Lebih gawat lagi ketika belakangan beberapa pemerintah daerah dengan sokongan para wakil rakyatnya, rame-rame memberlakukan peraturan daerah peraturan daerah absurd yang “mengharamkan” ekspresi kesenian-kesenian tradisional di beberapa wilayah. Atas nama “kesopanan” yang dilegalkan lewat Undang-Undang Antipornografi, kekayaan budaya itu dibungkam, dilucuti, dan disayat-sayat hidupnya sehingga pelan-pelan segera sirna. Tepatnya disirnakan!.
Forum “Indonesia Kita” mencoba melihat kesenian tradisional, juga kesenian rakyat, secara berbeda. Kita memaknainya sebagai kekayaan, sebagai modal. Sebagai hasil tindakan budaya. Sebuah pencapaian generasi lalu yang kandungan nilainya luar biasa. Kita meyakini, di sana ada kearifan, kecerdasan, dan kreativitas. Seni-seni tradisi diakui memiliki kekuatan meneguhkan solidaritas sosial, sebab pada dasarnya kesenian rakyat memang bagian kehidupan sosial mereka. Tak hanya itu. Pada suatu masa bahkan kesenian rakyat menjadi simpul yang mencerminkan adanya penghormatan dan penghargaan terhadap keberagaman, termasuk perbedaan keyakinan.